Jumat, 31 Juli 2009 | 03:21 WIB
Surabaya, Kompas -
Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim KH Mutawakkil Alallah, Kamis (30/7) di Surabaya, menegaskan, usulan itu bukan untuk meredefinisi khitah. Khitah, bagaimanapun, tidak bisa diubah. Namun, perlu ada penegasan implementasi khitah.
”Selama ini khitah jadi bulan-bulanan dan senjata, baik untuk yang mengerti khitah, tidak mengerti, dan yang tak memiliki khitah,” tuturnya.
Khitah sesungguhnya berisi tiga hal, yakni roh atau jati diri NU yang ahlussunnah waljamaah; posisi NU yang netral, tidak menjadi bagian dari parpol, tidak pernah menjadi parpol; dan pilihan dalam politik. Masalah pilihan dalam politik akan dibahas supaya tidak ada lagi perdebatan. Hasil dari pembahasan itu dituangkan dalam aturan anggota yang mengikat.
Masyhudi Muchtar, Ketua Komisi Khitah, dalam Musyawarah Kerja Wilayah NU Jatim, awal Juni lalu, mengatakan, NU wajib memberikan petunjuk dan arahan kepada warganya dalam bidang akidah, syariah, akhlak, dan politik sebab NU memiliki potensi politik yang besar. Bila tidak dikelola, potensi politik itu akan diambil pihak yang tidak mendukung upaya untuk mencapai tujuan NU, yakni mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. Bahkan, bila dikelola pihak dengan ideologi berlawanan dengan NU, potensi itu justru merugikan NU.
Mengenai figur calon Ketua Umum PBNU selanjutnya, Mutawakkil mengatakan, PWNU Jatim belum membicarakannya. ”Namun, minggu lalu, KH Hasyim Muzadi sudah menyatakan tak bersedia dicalonkan kembali sebagai ketua umum, tetapi saya tidak tahu apakah ini tidak akan berubah,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar