Kamis, 04 Desember 2008

12 Jam Sebelum Pak Harto Mundur


Oleh Asro Kamal Rokan

Sepuluh tahun sudah Pak Harto mundur, namun cerita saat-saat menentukan beberapa jam sebelum peristiwa bersejarah itu masih berbalut kabut. Apakah Pak Harto mundur semata-mata karena desakan mahasiswa dan DPR/MPR? Atau, ada pemicu lain yang menyebabkan orang kuat Asia itu hilang keseimbangan dan akhirnya mundur?

A Makmur Makka, penyunting buku Detik-detik Yang Menentukan--buku Pak BJ Habibie yang memicu perdebatan luas--baru saja menerbitkan buku tentang saat-saat paling menentukan itu. Buku ini berjudul; Sidang Kabinet Terakhir Orde Baru--12 Jam Sebelum Presiden Soeharto Mundur.

Dalam pengantar buku terbitan Republika tersebut, Ninok Laksono, redaktur senior Kompas, menulis, "Sebagaimana penuturan sejarah lainnya, potensi perbedaan pandangan juga mungkin dipicu buku ini." Tetapi, menurutnya, buku ini terwujud karena ada niat tulus dari para tokoh yang terlibat pada momen itu untuk manyampaikan kesaksian sejarah yang sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia.

Buku ini menceritakan peristiwa 12 jam sebelum Pak Harto memutuskan mundur. Meski ketika itu mahasiswa, para tokoh nasional, dan DPR/MPR semakin kuat mendesak mundur, Pak Harto masih berupaya bertahan. Pada 20 Mei 1998--sehari sebelum mundur--Pak Harto bahkan mempersiapkan Komite Reformasi dan pembentukan susunan kabinet baru.

Sekitar pukul 14.00 WIB di Bappenas, 14 menteri melakukan rapat penting. Dalam rapat yang dipimpin Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita, mereka memutuskan tidak bersedia diikutsertakan dalam kabinet baru yang dibentuk Pak Harto. Malam sekitar pukul 20.00 WIB, surat pernyataan tersebut sampai ke tangan Pak Harto. Orang kuat Orde Baru ini terpukul. Inilah faktor yang diduga kuat menyebabkan Pak Harto memutuskan mundur dari kekuasaan selama 31 tahun.

Cerita tersebut tentu telah banyak diketahui orang. Namun, di balik itu berkembang isu seakan-akan Wakil Presiden BJ Habibie berada di balik mundurnya 14 menteri itu. Di sinilah, buku yang ditulis Makmur Makka ini menjadi penting dalam meluruskan sejarah. Dalam buku ini, Ginandjar Kartasasmita--yang berperan penting atas mundurnya 14 menteri--menyatakan dengan tegas bahwa Habibie justru mencegah surat itu.

Menurut Ginandjar, ketika dalam perjalanan menuju Cendana, ia menelepon Pak Habibie tentang surat pernyataan tersebut. Dengan nada keras, Habibie meminta surat itu ditarik agar tidak sampai kepada Pak Harto. Namun, surat tersebut telanjur dikirim. "Jadi, Habibie bukan yang merekayasa. Bahkan, Habibie mencegah saya, meminta saya menahan dan menarik kembali surat itu," tutur Ginandjar.

Pak Habibie juga menyatakan hal serupa. Dia mengetahui surat itu ketika ditelepon Ginandjar saat dalam perjalanan menuju kediaman Pak Harto di Cendana. Ketika itu, Pak Habibie meminta surat itu ditahan. "Saya tidak ingin mempersulit keadaan yang sudah sangat memprihatinkan dan tidak ingin mengganggu Pak Harto menyusun reshuffle kabinet," tutur Pak Habibie dalam buku ini.

Sepulang dari Cendana pada malam itu, Pak Habibie meminta menteri-menteri tersebut berkumpul di rumahnya di Patra Kuningan. Pak Habibie menceritakan pembicaraannya dengan Pak Harto. Isinya, Pak Harto meminta surat itu ditarik dan kabinet tetap dibentuk. Setelah kabinet terbentuk, Pak Harto baru bersedia mundur. Para menteri yang hadir menyatakan tidak yakin Pak Harto akan mundur setelah kabinet terbentuk. Apalagi, tidak mungkin kabinet terbentuk dalam waktu cepat. Meski demikian, para menteri mempersilakan Pak Harto membentuk kabinet dan mereka tetap tidak bersedia ikut. Terjadi perdebatan hangat di rumah Pak Habibie kala itu.

Malam itu juga Pak Habibie menelepon Pak Harto melalui Mensesneg Saadilah Mursyid. Pak Habibie ingin menyampaikan agar Pak Harto tidak pernah menganggap surat itu ada. Namun, Saadilah sedang di ruangan Pak Harto. Sekitar pukul 23.00 WIB, Saadilah menelepon Pak Habibie, menyampaikan pesan Pak Harto agar ia bersiap dilantik sebagai presiden pada esok pagi, 21 Mei 1998.

Buku ini menjelaskan peran Pak Habibie pada saat yang menentukan itu. Isu yang semula berkembang, seakan Pak Habibie ikut merekayasa mundurnya 14 menteri--yang memicu mundurnya Pak Harto--telah dijawab oleh buku ini.
Kesalahpahaman seringkali membuat orang tersesat dalam menentukan arah. Buku ini tentu diharapkan agar orang-orang tidak tersesat.

Tidak ada komentar: