Kamis, 04 Desember 2008

Kunci Kepemimpinan di Daerah


Ardus M Sawega

Krisis finansial global yang dampaknya mulai terasa menguatkan wacana tentang reorientasi tata ekonomi nasional. Daerah yang secara riil merupakan tumpuan ekonomi nasional memainkan peran makin penting di masa depan.

Keberadaan seorang pemimpin daerah yang memiliki visi ke depan dan komitmen yang jelas terhadap berbagai persoalan kian dibutuhkan. Dari sejumlah kepala daerah yang diamati Kompas berikut ini, kita bisa melihat gaya kepemimpinan dan kiat mereka menghadapi persoalan—ekonomi, sosial, politik, dan budaya—di wilayahnya. Dengan contoh Kota Solo, Kabupaten Jepara, Kota Sawahlunto, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kota Tarakan, serta Provinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta, kita bisa melihat perspektif persoalan di daerah lain yang beragam.

Banyak kalangan menilai gaya kepemimpinan Wali Kota Solo Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi (47), fenomenal karena dalam 3,5 tahun masa jabatannya (dilantik 28 Juli 2005) banyak hal yang sudah dilakukan.

Prestasi yang mengesankan adalah saat ia berhasil merelokasi 989 pedagang kaki lima barang bekas dari Banjarsari ke Pasar Kithikan Notoharjo tahun 2006. Ia melakukan pendekatan dengan empati, tak main gusur.

Jokowi juga merevitalisasi ruang publik, seperti Taman Balekambang, Taman Sriwedari, dan Tirtonadi, mengubah jalur lambat di Jalan Slamet Riyadi sepanjang 3 km menjadi citywalk, pedestrian tempat warga berjalan kaki dengan nyaman.

Belum semua warga Solo mengapresiasi. Lampu-lampu kota dan patung topeng panji yang dipasang di berbagai sudut kota dalam waktu singkat rusak akibat vandalisme.

”Dalam setiap pembangunan terjadi pembelajaran sosial. Kita harus sabar dan memaklumi bahwa tingkat peradaban masyarakat baru seperti itu,” kata Jokowi yang mendapat banyak perbandingan dari lawatan ke mancanegara saat menjadi pengusaha.

Jokowi mengembangkan trust, kepercayaan tulus dari masyarakat. Banyak kalangan menilai ia mampu menjaga keseimbangan antara sikap prorakyat kecil dan upaya mengembangkan ekonomi rakyat, sekaligus mengakomodasi kalangan pemodal.

Namun, komitmen dan keberanian Jokowi kini diuji dalam kasus Benteng Vastenburg yang oleh investornya akan dijadikan hotel dan mal. Benteng itu merupakan situs bersejarah dan dilindungi Undang-Undang Benda Cagar Budaya Nomor 5 Tahun 1992. Terlebih lagi, Pemerintah Kota Solo baru saja menyelenggarakan Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia (25-30 Oktober 2008).

Dongkrak perekonomian

Kota kecil Sawahlunto, Sumatera Barat, yang tambang batu baranya telah lama redup kini bersinar berkat pariwisata.

Sejumlah artefak, bangunan kuno, hingga terowongan tambang batu bara peninggalan Belanda direstorasi dan dijadikan obyek wisata oleh Wali Kota Sawahlunto Amran Nur.

Hasilnya, kunjungan wisata terdongkrak dari 14.000 orang pada tahun 2004 menjadi 466.000 orang selama Januari- November 2008. Perekonomian masyarakat pun merangkak naik.

Bagi Bupati Jepara, Jawa Tengah, Hendro Martoyo, kejujuran pejabat publik dan transparansi birokrasi di tingkat daerah adalah kunci utama untuk meraih kepercayaan masyarakat, termasuk investor.

Pejabat yang terbukti mempersulit perizinan diberi sanksi berat, dimutasi atau diturunkan pangkatnya. Pada November 2008, Pemkab Jepara di peringkat pertama daerah proinvestasi se-Indonesia. Hendro Martoyo juga mendapat penghargaan Upakarti dari Departemen Perindustrian atas kepedulian pada industri kecil menengah.

Pendidikan dan kesehatan

Pendidikan dan kesehatan sebagai investasi pembangunan disadari betul oleh Pemkab Jembrana, Bali, yang dipimpin Gde Winasa, dan Pemkab Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, yang saat itu dipimpin Alex Noerdin.

Tahun 2001, siswa SD sampai SMA/SMK di Jembrana dibebaskan dari segala bentuk pungutan. Ada pula beasiswa bagi siswa sekolah swasta berprestasi. Insentif guru ditingkatkan dan pemkab menanggung sebagian biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tahun 2008 total anggaran pendidikan 30 persen APBD.

Di bidang kesehatan, pemkab mengalihkan subsidi pelayanan kesehatan dari unit pelayanan kesehatan ke masyarakat melalui lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana. Penduduk Jembrana gratis berobat jalan ke semua dokter, dokter gigi, bidan, dan klinik pemerintah maupun swasta.

Di Musi Banyuasin (Muba) biaya sekolah SD sampai SMA/ SMK negeri maupun swasta digratiskan sejak tahun 2002. Ada program wajib kuliah hingga strata sarjana bagi guru.

Seluruh warga Muba dijamin oleh asuransi kesehatan untuk berobat gratis di puskesmas maupun rumah sakit kamar kelas 3. Jika tak bisa ditangani di daerah, pasien akan dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Warga juga dijamin oleh asuransi jiwa.

Langkah konkret Alex Noerdin dalam menyejahterakan penduduk mampu mengantar dia menjadi Gubernur Sumsel.

Meski tidak gratis, pendidikan juga menjadi prioritas Pemkot Tarakan yang dipimpin Jusuf Serang Kasim. Selain giat memperbaiki sekolah rusak, ia membenahi Universitas Borneo hingga kini dipertimbangkan Departemen Pendidikan Nasional untuk menjadi universitas negeri.

Di Jawa Timur, terobosan di bidang pendidikan banyak diadopsi pemerintah pusat. Misalnya, program bantuan operasional sekolah pada 2004. Tahun berikutnya, Jatim mengusung proyek rehabilitasi sekolah ke pentas nasional, yaitu biaya perbaikan ditanggung bersama oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Tahun 2006, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur menggarap proyek nomor identifikasi siswa untuk mengoptimalkan Jaringan Pendidikan Nasional. Dalam hal ini sebagai pusat data siapa saja pelajar di Jawa Timur, tinggal dan sekolah di mana. Ada pula nomor identifikasi guru.

Sejak 2007, Jatim dipercaya sebagai provinsi perintis wajib belajar 12 tahun. Artinya, Jatim harus menjadikan warganya berpendidikan minimal SMA atau sederajat. Jatim kini giat membenahi SMK untuk membekali pelajar dari keluarga miskin dengan keterampilan untuk masuk dunia kerja. Ke depan diproyeksikan, proporsi pelajar SMK dan SMA adalah 70:30.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, kiat para bupati/wali kota untuk menghadapi gejala aglomerasi perkotaan adalah melalui kerja sama terpadu antardaerah. Tiga daerah tingkat II di wilayah DIY, yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul, membentuk Sekretariat Bersama Kartamantul.

Ketiga daerah yang bersambungan itu menghadapi masalah bersama, pencemaran lingkungan. Ada enam sektor yang menjadi fokus kerja sama, yaitu persampahan, air limbah, jalan dan drainase, transportasi, air bersih, dan tata ruang.

Sikap empati, membangun kepercayaan lewat kerja konkret dalam menyejahterakan masyarakat agaknya menjadi kunci kepemimpinan di daerah. Jika semua pemimpin melakukan hal itu, pada waktunya niscaya Indonesia menjadi negara maju. (ART/HEN/BEN/WAD/ BRO/RAZ/SIG)

Tidak ada komentar: