Senin, 15 Desember 2008

Pimpinan DPR Akan "Dipreteli"


Semua Keputusan Harus di Paripurna

Jakarta, Kompas - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat tidak akan lagi memiliki kekuasaan yang sangat besar maupun fasilitas istimewa seperti sebelumnya. Fraksi-fraksi sepakat untuk ”mempretelinya” dalam undang-undang.

Semangat itu berkembang dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang sekarang tengah dibahas DPR bersama pemerintah.

”Semangat semua fraksi, pimpinan DPR bukan lagi seperti pimpinan departemen yang menentukan banyak hal,” kata Wakil Ketua Pansus Hajriyanto Y Thohari dari Fraksi Partai Golkar, Sabtu (13/12).

Menurut Wakil Ketua Pansus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Nursanita Nasution, fokus pimpinan DPR nanti hanyalah menjadi juru bicara sehingga tidak mempunyai tugas-tugas manajerial seperti lembaga negara lain.

Fasilitas pimpinan pun tidak boleh seperti sekarang yang sangat berlebihan. ”Pimpinan tugas utamanya sebagai speaker, menyampaikan keputusan-keputusan dari alat kelengkapan dan putusan paripurna. Tidak menyuarakan pendapat pribadinya yang bertentangan dengan keputusan Dewan,” ujarnya.

Selama ini tugas pimpinan DPR yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD sangatlah besar. Pimpinan DPR, antara lain, diberi tugas menyusun rencana kerja; atau menetapkan arah, kebijakan umum, dan strategi pengelolaan anggaran DPR.

Menurut Hajriyanto, semua keputusan tentang rencana kerja nanti harus diputuskan dalam paripurna. Demikian pula dengan pengelolaan anggaran.

”Selama ini anggaran itu diusulkan Badan Urusan Rumah Tangga dan diputuskan oleh pimpinan DPR bersama sekretariat jenderal. Akibatnya, kasus renovasi ruang anggota Dewan pun banyak yang tidak tahu. Begitu juga dengan pemasangan televisi di setiap penjuru DPR,” ujarnya.

Lebih transparan

Pimpinan DPR juga tidak akan bisa menahan atau menyembunyikan laporan Badan Kehormatan tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota DPR karena pimpinan DPR hanya mendapat surat pemberitahuan, bukan yang mengumumkan hasil keputusan.

Terkait dengan surat izin pemeriksaan anggota Dewan yang terkena kasus pidana, Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan agar pihak kepolisian atau kejaksaan cukup menyampaikan surat pemberitahuan kepada pimpinan DPR. Bukan seperti pada masa lalu, pimpinan DPR yang meneruskan surat tersebut kepada presiden untuk mendapatkan izin.

Perubahan tugas pimpinan DPR ini berdampak pada pengambilan keputusan di DPR, yang diharapkan akan semakin transparan karena semua diputuskan dalam paripurna yang bersifat terbuka.

”Sidang paripurna juga menjadi lebih punya makna, tidak seperti sekarang, sehingga bisa menarik anggota Dewan untuk hadir,” ucap Hajriyanto.

Menurut Nursanita, dengan adanya perubahan ini, pimpinan DPR juga ti dak bisa lagi seperti sekarang merasa diri sebagai ”bos DPR” dan menganggap Sekretariat Jenderal harus melayaninya. (sut)

Tidak ada komentar: