Senin, 15 Desember 2008

Tahun 2009, Ujian bagi SBY-JK


Karena Krisis, Beberapa Target Pencapaian Meleset

Wisnu Nugroho dan Suhartono

Jakarta, Kompas - Krisis keuangan global yang berdampak luas termasuk ke Indonesia membuat sejumlah target pencapaian pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meleset. Krisis pada akhir tahun yang diyakini akan terus berlanjut itu menjadi ujian untuk kepemimpinan SBY-JK mengatasi masalah pada tahun terakhir pemerintahannya.

”Tahun depan akan menjadi ujian bagi kami. Kami tidak bisa lagi mengatakan, ’Kita akan tumbuh dengan baik.’ Semua orang sudah tahu. Ujian sekarang adalah ujian kepemimpinan mengatasi masalah, bukan ujian bagaimana pertumbuhan ekonomi dan lainnya,” ujar Wapres Jusuf Kalla dalam wawancara dengan Kompas di kediamannya di Jakarta, Jumat (12/12).

Sementara itu, Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu, mengatakan, tahun 2009 bukan tahun yang normal. ”Kebijakan, langkah, dan tindakan kita haruslah menganut pada manajemen krisis agar dampak resesi tercegah dan perekonomian terselamatkan. Butuh kecepatan, ketepatan, dan sinergi di antara kita semua,” katanya.

Menurut Wapres, karena krisis, beberapa target pencapaian meleset, terutama penurunan jumlah utang, jumlah penganggur, dan jumlah rakyat miskin. Pemerintah sadar dan merasa perlu bekerja lebih keras lagi saat ini. ”Jika tidak ada krisis, semua target itu bisa lebih baik lagi tercapai, termasuk penurunannya,” ujar Wapres.

Tantangan dirasakan tidak ringan, tetapi pemerintah optimistis mampu mengatasinya dengan menerapkan manajemen kedaruratan untuk kecepatan dan ketepatan langkah. Rangkaian rapat melibatkan sejumlah pihak terkait di Istana Presiden ataupun di Istana Wapres sejak 3 September lalu adalah bagian dari manajemen kedaruratan itu.

Optimisme pemerintah didasarkan pada sejumlah indikator fundamental ekonomi. Sektor keuangan dinilai jauh lebih tertib karena penegakan aturannya dan kebijakan moneter yang independen dan hati-hati.

Intensitas pemberantasan korupsi, stabilitas keamanan dan politik, beserta demokrasi yang mekar, menambah optimisme itu.

”Dibandingkan negara lainnya, Indonesia termasuk negara yang paling sedikit terkena dampak dari krisis keuangan global,” ujar Wapres.

Gangguan krisis, menurut Wapres, terletak pada sisi permintaan atau ekspor. Namun, itu pun kecil jumlahnya, yaitu hanya 30 persen dari produk domestik bruto. Persentase ini lebih kecil dibandingkan Singapura (150 persen) dan Malaysia (70 persen). Untuk memacu pertumbuhan, konsumsi domestik akan ditingkatkan.

Percepatan proyek infrastruktur akan dijadikan pemacunya. Selain akan menyerap, memberi nilai tambah lain yang baik, proyek infrastruktur akan mengurangi tekanan pengangguran dan kemiskinan. Dana untuk proyek tersedia dari APBN, perbankan, BUMN, pengusaha swasta, dan bantuan asing, seperti Bank Dunia, Jepang, dan Bank Pembangunan Asia.

Menurut Wapres, krisis juga menumbuhkan peluang karena tutupnya industri yang tidak efisien seperti di Filipina dan Malaysia. Indonesia akan bisa mengambil manfaat dari pasar mereka karena upah buruh di Indonesia lebih kompetitif.

Saling peduli

Terhadap tantangan setahun terakhir pemerintahan, Wapres merasa semua pihak, termasuk pihak oposisi pemerintah (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), memahami dan jernih melihat. Negara mana pun dan pemerintahan siapa pun akan mengalaminya. Presiden maupun Wapres berterima kasih dan bersyukur dengan kedewasaan politik ini.

”Saya berterima kasih dan bersyukur tidak ada partai yang mengkritik atau menyalahkan pemerintah dengan krisis ini. Semua care (peduli) dan melihat masalah bangsa secara kebersamaan. Perpu yang kami ajukan di DPR pun semuanya ditanggapi positif,” ujar Wapres.

Memasuki Pemilu 2009, Wapres menjamin pemerintah justru akan selalu menjaga kondisi tetap baik dengan dasar keinginan partai pemerintah untuk menang pemilu.

”Inilah waktu untuk mempertaruhkan kemampuan. Yakinlah, Presiden dan saya akan bekerja dan tidak akan terpengaruh pemilu,” ujar Wapres yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Empat tahun pertama, sejumlah pencapaian sudah dicatat dan dicetak di buku-buku atau dijadikan bahan kampanye Partai Demokrat dan Partai Golkar. Data yang dipakai sama dari Badan Pusat Statistik meskipun tekanan mengenai siapa yang memungkinkan pencapaian itu bisa berbeda versinya. ”Untuk pemilu legislatif, kita punya bahan yang sama,” ujar Wapres.

Alasan pembenar

Sekjen DPP PDI-P Pramono Anung, yang merupakan partai oposisi, mengatakan, kinerja pemerintahan Yudhoyono-Kalla tak bisa dilihat sepotong-sepotong. Apalagi menggunakan krisis keuangan global sebagai pembenar atas tidak tercapainya sejumlah target dan terpenuhinya janji.

”Adanya krisis keuangan global satu tahun terakhir jangan lantas dijadikan alasan pembenar penyebab kegagalan pemerintah. Penilaian harus dilakukan menyeluruh. Tingginya kenaikan barang dan jasa, tingginya angka pengangguran, itu cermin kegagalan pemerintah empat tahun terakhir,” ujar Pramono.

Menurut dia, bukti kegagalan pemerintah bukan hanya pada janji kampanye, tetapi juga janji awal pemerintahan untuk mengikis pengangguran dan kemiskinan. PDI-P sebagai partai yang beroposisi dengan pemerintah menilai kelemahan paling utama pemerintahan Yudhoyono-Kalla adalah soal kesejahteraan rakyat.

Untuk kisah sukses pemberantasan korupsi, Pramono mengakui memang ada niat politik yang baik dari pemerintah. ”Namun, perlu dicatat, Komisi Pemberantasan Korupsi itu ada sejak zaman Ibu Megawati sebagai presiden,” katanya.

Tidak ada komentar: